Pemikiran koentjaradiningrat Tentang Teori-Teori Mengenai Azas Religi


Sumber Gambar : http://www.netralnews.com/news/corner/read/81600/belajar.dari.negara.lain.dalam.menerapka

Religi dan upacara religi memang merupakan sumber unsur dalam kehidupan masyarakat suku-suku-bangsa manusia di dunia yang telah banyak menarik perhatian pengarang-pengarang etnografi (ilmu tentang pelukisan kebudayaan suku bangsa yang tersebar di muka bumi), dan merupakan satu topik yang paling sering dibacarakan pada kajian etnografi terutama pada abad ke-19 lalu. Dari sinilah berasal banyak ahli dari berbagai ilmu pada bidang pengetahuan ikut mengkaji mengenai permasalah azas dan asal mula religi, dan terus berangsung hingga abad ke-20. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kebudayan dan masyarakat suku-suku-bangsa yang di sebut dalam bahasan etnografi itu adalah kebudayaan dan masyarakat yang sederhana dan primitif, oleh karena itu bersifat kuno atau merupakan sisa dari kebudayaan manusia kuno, oleh karena itu deskripsi dari fenomena itu dianggap sebagai usaha mencari azas-azas religi kuno dan usaha memecahkan masalah asal-mula religi.
Kita tarik hal ini jika di kaitkan dengan teori evolusi kebudayaan maka kita akan mempelajari dua buah teori yang mencoba menganalisah asal-mula religi, teori yang pertama seperti yang dikatakan oleh E.B. Taylor yang menyebutkan tentang  “teori Jiwa” teori ini berpusat kepada keyakinan religi dari manusia purba, sedangkan teori yang kedua dikatakan oleh J. Frazer tentang “teori batas kemampuan ilmu gaib” teori ini berpusat pada sikap manusia purba terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang menyebabkan adanya apa yang dikehendaki manusia.
Banyak teori-teori yang serupa dengan itu, namun koentjaradiningrat menyebutkan hanya ada tiga golongan diantaranya yaitu   Teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada keyakinan religi.  Teori Lang tentang Dewa tertinggi. Andrew Lang (1844-1912) menulis tentang bentuk religi yang kuno, karyanya itu berjudul The Making of Religion (1898), buku ini memiliki dua bagian yang pertama membahas gejala para-psikologi, dan bagian kedua membahas mengenai keyakinan yang ada pada banyak suku-bangsa primitif mengenai “toko dewa tertinggi”. Teori Marett tentang kekuatan Luar Biasa. Ia berbicara tentang asal-mula religi manusia, yaitu bahwa pangkal religi adalah suatu “emosi” atau suatu “getaran jiwa” yang timbul karena kekaguman manusia terhadap hal-hal dan gejala-gejala tertentu yamg sifatnya luar biasa. Kekuatan yang tak dapat diterangkan oleh akal manusia biasa, dan yang diatas kekuatan-kekuatan alamiah biasa, yaitu kekuatan supranatural.
Konsep Kruyt tentang animisme dan spiritisme. Ia berkata bahwa manusia primitif atau manusia zaman kuno itu pada umumnya yakin akan adanya sesuatu zat halus yang memberi kekuatan hidup dan gerak kepada banyak hal didalam alam semesta ini. Konsep Kruyt tentang animsme disini bermuara pada Keyakinan zielestof  yang ia maksud adalah zat halus yang hinggap ditubuh manusia, hewan, tumbuhan, dan benda yang dipercayai oleh manusia kuno, selain itu keyakinan ini dianggap oleh manusia kuno dapat beralih dari satu medium kemedium lain atau yang kita kenal dengan teori inkarnasi. Sedangkan keyakinan spiritisme yang dimaksud oleh Kruyt disini juga berkenaan oleh makhluk halus yang tidak tinggal dikediamannya melainkan menempati kediaman manusia dialam semesta di sekililing tempat manusia seperti dibawah pohon yang besar.
b.      Teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada sikap manusia terhadap alam gaib atau hal yang gaib. R. Otto dalam bukunya yang berjudul Das Heilige memiliki konsep tentang sikap kagum-terpesona terhadap hal yang gaib. Ia menyebutkan bahwa suatu konsepsi mengenai azas religi yang berorientasi kepada sikap manusia dalam menghadapi dunia gaib. Menurutnya semua sistem religi, kepercayaan dan agama didunia terpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib yang dianggap maha-dahsyat dan kramat oleh manusia, ia yang terjadi pada pemeluk-pemeluk agama. Semua agama sepakat pasti ada sesuatu yang dianggap sakral bagi para pemeluknya, sesuatu yang sakral ini lah berupa sesuatu gaib yang selalu berhubungan terhadap pemeluknya
c.       Teore-teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada upacara religi.  Teori W. Robertson smith tentang upaca bersaji ini yang membedakan antara teori W. Robertson Smith yang membedakan dengan teori-teori yang disebutkan diatas, ia menyatakan bahwa teorinya ini tidak berpangkal pada analisa sistem keyakinan atau pelajaran doktrin dari religi, tetapi terpangkal pada upacaranya. Diantara karyanya yang banyak ia menuliskan buku lectures on religion of the smith (1889) yang sebenarnya merupakan suatu rangkaian ceramah mengenai topik itu. Dalam ceramahnya ia mengatakan tiga gagasan penting yang menambah pengertian kita mengenai azas-azas religi dan agama pada umunya, diantaranya :
a)      Sistem upacara merupakan suatu sistem perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa yang khusus disamping sistem keyakinan dan doktrin
b)      Upacara religi atau agama, yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat
c)      Teorinya mengenai upacara bersaji.
Dari ketiga pendekatan diatas akan menghasilkan sebuah hipotesa yang dinamakan komponen religi. Sebenarnya azas religi disini selalu merujuk pada sesuatu yang dianggap sakral dari setiap agama atau sesuatu yang dianggap penting kehadirannya dalam agama, kalo kita menganalisis beberapa teori diatas khususnya yang disebutkan oleh koentjaradiningrat dalam bukunya Sejarah Teori Antropologi I menyebutkan beberapa hipotesa satu diantaranya ia menyebutkan bahwa keyakinan yang paling awal menyebabkan terjadinya religi dalam agama masyarakat adalah keyakinan akan adanya kekuatan yang sakti (mana) dalam hal-hal yang luar biasa atau dunia gaib. Pada pernyataanya mengenai hipotesa diatas sudah jelas bahwa manusia dalam beragama akan memiliki sesuatu yang ia rasa itu sakral yang diyakini dalam agama masing-masing. Selain itu dalam bukunya koentjaradiningrat  berdasarkan analisa beberapa ahli ia juga menyebutkan ada lima kompenen religi yaitu emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara, peralatan ritus dan ucapara, dan umat beragama. Sehingga kita bisa lihat pada diagram berikut

 
Referensi Tulisan : Koentjaranigrat, Sejarah Teori Antropologi I, UI-Press, Jakarta : 2014

Post a Comment

0 Comments